ELISTON FRANSISKUS NADEAK

Jumat, 26 Februari 2010

SEKOLAH MENJADI PUSAT KEGIATAN DAN PERKEMBANGAN YANG HARUS KITA DUKUNG

Mencermati berbagai gejolak yang sedang berkembang berhubungan dengan masalah pendidikan saat ini saya tergerak untuk mensharingkan visi dan misi pendidikan berdasar dokumen dan pengamatan. Konsili Vatikan II (1965) mengatakan :"Sekolah menjadi semacam pusat, yang harus didukung bersama oleh keluarga-keluarga, para guru, serba ragam serikat yang memajukan kehidupan kebudayaan, kewargaan dan keagamaan, dan oleh negara serta seluruh masyarakat" (Konsili Vatikan II: Deklarasi tentang Pendidikan no 5). Dari kutipan di atas dapat dilihat ada 6 unsur/stakeholders yang harus mendukung sekolah, bukan mengganggu atau merepotkan, yaitu (dibahasakan sekarang): (1) keluarga/orangtua, (2)guru, (3) LSM-LSM/yayasan, (4) instansi agama, (5) negara/pemerintah dan (6) masyarakat. Gagasan ini kiranya sangat erat dengan gerakan yang sedang dikerjakan sekarang yaitu dengan adanya "Komite Sekolah" dan "Dewan Pendidikan".

Keenam unsur tersebut diatas diharapkan membantu, bukan mengganggu. Namun dalam kenyataan sering mengganggu atau dirasakan mengganggu sekolah, entah salah siapa, mungkin sering kurang komunikasi atau pemahaman yang benar akan fungsi dan peran masing-masing.

Salah satu contoh yang cukup memprihatinkan sekarang saat ini adalah masalah pendidikan agama di sekolah. Ada kesan seolah-olah sekolah menjadi "tempat pendidikan/pengembangan agama", atau masalah pendidikan dipersempit dan dikerdilkan menjadi pendidikan agama. Hal ini nampak dengan pembaharuan aneka UU di negara kita. Hemat kami tujuan pendidikan yang benar adalah "untuk mencerdaskan bangsa" (cerdas intelektual, cerdas emosional, cerdas spiritual). Dalam catatan beberapa waktu yang lalu saya pernah menyampakan ciri pendidikan yang benar adalah "kebebasan dan cintakasih", tidak ada paksaan. Perhatikan dan cermati buku "BELAJAR DARI MONYET" oleh Rung Kaewdang Ph.D, suatu cara reformasi pembelajaran yang mangkus",Grasindo Jakarta 2002. Di halaman depan(dalam) buku tersebut juga tertulis "Mengembangkan hubungan kasih dan keramahan", tentu saja yang dimaksud disini hubungan antara pendidik dan peserta didik. Kami berharap buku tersebut dapat menjadi inspirasi dalam reformasi pendidikan di negara kita ini.

Berbagai ahli sering juga menggambarkan sekolah seperti "warung atau restoran", dimana pemilik maupun pengelola warung/restoran dengan penuh kebebasan dan keramahan menyajikan "sesuatu" yang menarik untuk konsumen. Ada berbagai jenis dan warna "warung/restoran" sesuai dengan aspirasi dan keunggulan masing-masing, juga berkaitan dengan harga dst...Kita sedang bergerak dari sentralisasi ke desentralisasi (bdk otonomi daerah, keputusan tentang komite dan dewan sekolah dst..), maka kalau mau diatur lagi dari atas dengan ketat...apa yang akan terjadi.

Sekali lagi dalam berbagai kesempatan saya senantiasa mengingatkan "nampak bahwa apa yang diwajibkan tidak pernah operasional secara benar". Lihat saja: mana undang-undang atau peraturan-peraturan yang dijalankan dengan konsisten. Mengapa, karena mental orang senantiasa mencari jalan pintas dan mudah atau cari terobosan menurut keinginan sendiri (egois). Maka sekali lagi di sini saya mengingatkan 4(empat) pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO "learning to learn, learning to be, learning to do, learning to live together". Pembelajaran adalah prosesm, bukan jalan pintas, atau menerobos-menerobos. Semoga tidak terjebak dengan rumor SKS (=Sistem Kebut Semalam atau Sistem Kebut Sejam). Harapan kami 6 unsur/stakeholders sebagaimana kami sebutkan di atas "membantu"/"mendukung" sekolah, bukan mengganggu atau membebani. Kebebasan sekolah harus diberikan, tanpa kebebasan kita tidak dapat menuntut tanggungjawab.

Minggu, 21 Februari 2010

Riset Akuntansi Keperilakuan

Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Tujuan informasi tersebut adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang paling baik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktivitas bisnis dan ekonomi. Namun, pemilihan dan penetapan suatu keputusan bisnis juga melibatkan aspek-aspek perilaku dari para mengambil keputusan. Dengan demikian, akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi yang dapat dihasilkan oleh akuntansi.

Akuntansi keperilakuan sebenarnya merupakan bagian dari ilmu akuntansi yang perkembangannya semakin meningkat dalam 25 tahun belakangan ini. Hal ini ditandai dengan lahirnya sejumlah jurnal dan artikel yang berkenaan dengan keperilakuan dan semakin menjamurnya buku-buku teks berbahasa asing yang membahas tentang akuntansi keperilakuan. Salah satu jurnal yang paling populer yang mengangkat permasalahan akuntansi keperilakuan adalah Behavior Research in Accounting yang diterbitkan oleh American Accounting Association.

Di Amerika Serikat sendiri, mata kuliah mengenai akuntansi keperilakuan semakin banyak ditawarkan. Perkembangan ini mendukung pertumbuhan riset-riset para mahasiswa akuntansi dan pengajar mereka yang berfokus pada dimensi akuntansi keperilakuan. Adapun perkembangan riset akuntansi keperilakuan menekankan pada aspek akuntansimanajemen khususnya penganggaran. Namun hal ini terus berkembang dan bergeser ke arah akuntansi keuangan, sistem informasi akuntansi dan audit. Dalam audit, riset akuntansi keperilakuan telah berkembang, tujuan literatur lebih difokuskan pada atribut keperilakuan spesifik seperti proses kognitif atau riset keperilakuan pada satu topik khusus seperti audit sebagai tinjauan analitis. Sebagai bidang riset yang sering memberi kontribusi bermakna, riset akuntansi keperilakuan ini dapat membentukkerangka dasar serta arah riset di masa yang akan datang. Banyaknya volume riset atas akuntansikeperilakuan dan meningkatnya sifat spesialisasi riset, serta tinjauan studi secara periodik akanmemberikan manfaat untuk beberapa tujuan berikut ini :

a. Memberikan gambaran state of the art terhadap minat khusus dalam bidang baru yang ingin diperkenalkan.

b. Membantu dan mengidentifikasi kesenjangan riset.

c. Untuk meninjau dengan membandingkan dan membedakan kegiatan riset melalui subbidang akuntansi, seperti audit, akuntansi manajemen dan perpajakan, sehingga para peneliti dapat mempelajarinya selalui subbidang lain.

Riset akuntansi keperilakuan merupakan suatu bidang baru yang secara luas berhubungandengan perilaku individu, kelompok dan organisasi bisnis, terutama yang berhubungan dengan proses informasi akuntansi dan audit. Riset akuntansi keperilakuan merupakan suatu fenomena baru yang sebetulnya dapat ditelusuri kembali pada awal tahun 1960-an, walaupun sebetulnya dalam banyak hal riset tersebut dapat digunakan lebih awal. Studi terhadap perilaku akuntan atau perilaku dari nonakuntansi telah banyak dipengaruhi fungsi akuntansi dan laporan, antara lain :

1. Pembuatan keputusan dan pertimbangan oleh akuntan dan auditor.

2. Pengaruh dari fungsi akuntansi seperti partisipasi dalam penyusunan, karakteristik sistem informasi dan fungsi audit terhadap perilaku baik karyawan, karakteristik dan fungsi audit terhadap perilaku baik karyawan, manajer, investor, maupun wajib pajak.

3. Pengaruh hasil dari fungsi tersebut, seperti informasi akuntansi dan penggunaan pertimbangan dalam pembuatan keputusan. Berbagai riset yang menggunakan pendekatan kontinjensi dilakukan dengan tujuanmengidentifikasi berbagai variabel kontinjensi yang mempengaruhi rancangan dan penggunaansistem pengendalian manajemen. Secara singkat sebagai variabel kontinjensi yang mempengaruhi desain sistem pengendalian manajemen tersebut adalah sebagai berikut :

a. Ketidakpastian. Seperti tugas, rutinitas, repetisi dan faktor-faktor eksternal lainnya.

b. Teknologi dan saling ketergantungan. Seperti proses produksi, produk misscall.

c. Industri, perusahaan dan unit variabel. Seperti Kanada masuk ke dalam industry, radio, radio konsentrasi dan ukuran perusahaan.

d. Strategi kompetitif ( seperti penggunaan biaya rendah atau unik dikembalikan ).

e. Faktor-faktor yang dapat dialami. Seperti desentralisasi, sentralisasi, budaya nasional, dll.

Demikian penjelasan saya mengenai riset akuntansi keperilakuan, kalau ada kesalahan mohon maaf...

MEMANFAATKAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER PENDIDIKAN

"Apabila suatu bangsa adalah sebuah keluarga yang hidup dengan dan dalam rumah kebudayaannya, maka Museum dapatlah dipahami sebagai album keluarga itu. Di dalam album itulah foto-foto seluruh keluarga tersimpan dan disusun dari setiap masa dan generasi. Foto-foto itu ditatap untuk tidak sekedar menjenguk dan menziarahi sebuah masa lalu, sebab waktu bukan hanya terdiri dari ruang dimensi kemarin, hari ini dan besok pagi. Foto-foto itu adalah waktu yang menjadi tempat untuk menatap dan memaknai seluruhnya, bukan hanya peristiwa, akan tetapi juga pemaknaan di balik peristiwa-peristiwa itu. Pemaknaan tentang seluruh identitas, di dalam dan di luar kota. Foto-foto itu akhirnya bukan lagi dipahami sebagai sebuah benda" (HU Pikiran Rakyat, 22 Februari 2001).

Uraian tersebut menunjukkan, museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang mengumpulkan dan memamerkan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah perkembangan kehidupan manusia dan lingkungan, tetapi merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan pengembangan nilai budaya bangsa guna memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa, mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan, serta meningkatkan rasa harga diri dan kebanggaan nasional.

Dalam kenyataannya, saat ini masih banyak masyarakat, termasuk kalangan pendidikan, yang memandang Museum hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan dan memelihara benda-benda peninggalan sejarah serta menjadi monumen penghias kota. Akibatnya, banyak masyarakat yang enggan untuk meluangkan waktu berkunjung ke Museum dengan alasan kuno dan tidak prestis, padahal jika semua kalangan masyarakat sudi meluangkan waktu untuk datang untuk menikmati dan mencoba memahami makna yang terkandung dalam setiap benda yang dipamerkan museum, maka akan terjadi suatu transfomasi nilai warisan budaya bangsa dari generasi terdahulu kepada generasi sekarang.

Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum merupakan suatu yang tidak dapat terpisahkan, karena keberadaannya mampu menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam proses pembelajaran terutama berkaitan dengan sejarah perkembangan manusia, budaya dan lingkungannya.

Museum sebagai Sumber Pembelajaran
Sebagai lembaga yang menyimpan, memelihara serta memamerkan hasil karya, cipta dan karsa manusia sepanjang zaman, museum merupakan tempat yang tepat sebagai Sumber Pembelajaran bagi kalangan pendidikan, karena melalui benda yang dipamerkannya pengunjung dapat belajar tentang berbagai hal berkenaan dengan nilai, perhatian serta peri kehidupan manusia.

Kegiatan observasi yang dilakukan oleh siswa di Museum merupakan batu loncatan bagi munculnya suatu gagasan dan ide baru karena pada kegiatan ini siswa dirangsang untuk menggunakan kemampuannya dalam berfikir kritis secara optimal. Kemampuan berfikir siswa tersebut menurut Takai and Connor (1998), meliputi :
a. Comparing and Contrasting (kemampuan mengenal persamaan dan perbedaan pada objek yang diamati)
b. Identifying and Classifying (kemampuan mengidentifikasi dan mengelompokkan objek yang diamati pada kelompok seharusnya).
c. Describing (kemampuan menyampaikan deskripsi secara lisan dan tulisan berkenaan dengan objek yang diamati).
d. Predicting (kemampuan untuk memprakirakan apa yang terjadi berkenaan dengan objek yang diamati).
e. Summarizing (kemampuan membuat kesimpulan dari informasi yang diperoleh di Museum dalam sebuah laporan secara singkat dan padat).

Kemampuan berpikir tersebut tidak akan muncul dengan sendirinya tanpa adanya bimbingan dan pembinaan yang memadai dari gurunya. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kemampuan berfikir kritis siswa melalui kegiatan kunjungan ke Museum, diantaranya :
a. Dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas untuk materi tertentu, guru perlu sering mengajak, menugaskan atau menyarankan siswa berkunjung ke Museum guna membuktikan uraian dalam buku teks dengan melihat bukti nyata yang terdapat di museum. Kegiatan ini idealnya dilakukan dengan melibatkan siswa dalam jumlah yang tidak terlalu besar untuk mempermudah guru dan pemandu museum membimbing siswa saat mengamati koleksi museum.
b. Memberikan pembekalan terlebih dahulu kepada siswa sebelum melakukan kunjungan ke museu, terutama berkaitan dengan materi yang akan diamati. Kegiatan ini dilakukan agar pada diri siswa tumbuh rasa ingin mengetahui dan membuktikan apa yang diinformasikan oleh gurunya atau pemandu museum.
c. Menyediakan alat bantu pendukung pembelajaran bagi siswa, berupa lembar pannduan atau LKS yang materinya disusun sesingkat dan sepadat mungkin serta mampu menumbuhkan daya kritis siswa terhadap objek yang diamati.
d. Selama kunjungan guru dan atau pemandu museum berada dekat siswa untuk memberikan bimbingan dan melakukan diskusi kecil dengan siswa berkenaan dengan objek yang diamati.
e. Setelah kegiatan kunjungan, siswa diminta untuk membuat laporan berupa kesimpulan yang diperoleh dari hasil kegiatan kunjungan ke museum, kemudian hasil tersebut didiskusikan dalam kelas.
f. Pada bagian akhir kegiatan, guru perlu melakukan evaluasi terhadap program kegiatan kunjungan tersebut sebagai tolok ukur keberhasilan kegiatan kunjungan tersebut.

Selain upaya yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan kunjungan ke Museum, pihak pengelola (kurator) museum juga perlu melakukan berbagai upaya agar pengunjung, terutama kalangan pendidikan dapat memperoleh hasil yang maksimal dalam kegiatan kunjungannya. Upaya dapat dilakukan oleh pengelola museum dalam menjadikan museumnya sebagai sumber bagi kegiatan pembelajaran, diantaranya :
a. Menyediakan panel informasi singkat berkenaan dengan pembagian ruang dan jenis koleksi yang dipamerkannya di pintu masuk museum, sehingga pengunjung dapat memperoleh gambaran isi museum secara lengkap begitu masuk pintu museum, sehingga walau pengunjung hanya masuk ke salah satu ruangan, dia tidak akan kehilangan "cerita" yang disajikan museum.
b. Menyediakan panel-panel informasi yang disajikan secara lengkap dan menarik sebagai pelengkap benda koleksi pameran dan diorama.
c. Menyediakan berbagai fasilitas penunjang kegiatan pendidikan, seperti leaflet, brosur, buku panduan, film, mikro film, slide dan lembar kerja siswa (LKS), sehingga pengunjung dengan mudah mempelajari objek yang dipamerkan museum.
d. Khusus berkenaan dengan LKS, perlu dirancang LKS museum yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing tingkatan usia siswa serta mampu membangkitkan daya kritis siswa sesuai dengan tingkatannya.
e. Museum perlu menyelenggarakan berbagai kegiatan permainan museum yang menarik dan mampu meningkatkan pemahaman siswa akan objek yang dipamerkan.

Perlunya kerjasama antara sekolah dengan Pengelola Museum
Diatas sudah diuraikan bahwa pemanfaatan museum secara optimal oleh siswa dapat dicapai jika sebelum melakukan kegiatan kunjungan ke museum diberikan pengenalan terlebih dahulu berkenaan dengan materi atau objek yang dipamerkan. Melalui kegiatan eksplorasi pra kunjungan diharapkan siswa akan mampu menangkap berbagai informasi penting berkenaan dengan objek yang dipamerkan sesuai dengan apa diharapkan. Agar guru mampu melakukan bimbingan dalam kegiatan kunjungan ke museum, maka guru perlu menjalin kerjasama dengan pengelola museum guna memperoleh informasi lengkap tentang museum dan koleksi yang dipamerkannya.

Sebaliknya pihak pengelola (kurator) museum dalam menyusun berbagai program pendidikan di museum serta sarana penunjangnya, perlu melakukan kerjasama dengan kalangan pendidikan agar program pendidikan di museum dan sarana penunjangnya, seperti LKS, dapat sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan kurikulum sekolah. Selain itu, antara museum satu dengan yang lainnya yang berada dalam satu kota perlu melakukan kerjasama dalam membuat buku informasi museum bersama yang nantinya buku tersebut dapat dibagikan kepada kalangan pendidikan, terutama sekolah, sehingga ketika akan melakukan kegiatan kunjungan dengan mudah guru menentukan museum mana yang akan dikunjungi sesuai dengan tuntutan kurikulum pada saat itu.

Kamis, 18 Februari 2010

FUNGSI SENTRAL DARI PROFESI AKUNTAN

Skandal besar dalam dunia bisnis belakangan ini yang mempengaruhi industri keuangan, pasar modal, investor, professi dan karyawan menurut Bazerman et.al (2002) tidak lepas dari tindakan korupsi, kriminalitas dari akuntan yang tidak memiliki etika yang memalsukan angka, melakukan penyelewengan untuk kepentingan pribadi dan kliennya. Keadaan ini sedikit banyaknya tidak bisa lepas dari kurangnya komitmen para akuntan dalam melaksanakan konsep etika professi yang dimilikinya dalam membantu operasional bisnis. Ini membuktikan bahwa Professi akuntan yang tidak memiliki elemen etika dalam professinya maka professi itu bukan saya tidak perlu bahkan bisa merugikan kepentingan public yang seharusnya dilindunginya.

Pada hal kita ketahui bahwa pada awalnya professi akuntan ini diharapkan menjadi bagian dari penjaga kepentingan publik yang memberikan jasanya dalam pemberian informasi sekaligus menguji informasi sehingga informasi yang diberikan kepada publik benar benar informasi yang akurat, benar dan dapat dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan yang sangat penting dalam kehidupan sehari hari khususnya dalam dunia ekonomi dan bisnis.

Secara normatif Akuntansi memiliki peranan yang sangat sentral dan luhur dalam membantu lancarnya kegiatan ekonomi dan penciptaan kesejahteraan sosial. Akuntansi membantu pihak yang tidak bisa akses langsung pada kegiatan operasional entitas untuk mengetahui informasi mengenai aspek ekonomis yang dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan misalnya dalam hal pemberian kredit, pilihan investasi atau hal lainnya (Trueblood Committee, AICPA, 1974, APB Statement No 4, AICPA, 1970 ). Dalam proses pengambilan keputusan kualitas informasi ini harus akurat, benar, jujur, dan relevan. Jika informasi salah maka keputusan dapat dipastikan akan salah juga.

Untuk itulah maka dalam proses akuntansi penyajian laporan keuangan merupakan tanggungjawab manajemen selaku pemegang amanah yang juga diharapkan memiliki etika dan moral yang baik. Karena pentingnya kualitas informasi ini maka masyarakat membutuhkan profesi khusus untuk memeriksa kebenaran informasi yang disajikan itu agar pembaca tidak dirugikan. Itulah yang kita kenal dengan professi Akuntan Publik. Bambang Sudibyo (2001) bahkan menilai bahwa auditor selaku pemeriksa Laporan Keuangan itu memiliki social contract dengan masyarakat untuk menjaga kepentingannya dari berbagai tindakan yang merugikannya. Untuk itulah maka Manajemen dan Auditor harus memiliki integritas dan kualitas pribadi yang kukuh dan memiliki etika yang dapat menjaga kepentingan publik. Menurut para filosof teori kontrak sosial kegagalan yang terus menerus untuk memenuhi kontrak sosial itu lambat atau cepat akan menimbulkan dicabutnya hak hidup professi itu melalui proses sosial yang akan menyakitkan professi (Sudibyo, 2001).

Akuntansi dengan bantuan ilmu pengetahuan memiliki kekuatan nyata untuk menciptakan tatanan sosial dan ekonomi yang disebut masyarakat kapitalis (Triyuwono, 2000). Ilmu pengetahuan, kapitalisme dan teknologi merupakan tiga pilar yang membawa perubahan radikal dalam kemajuan material masyarakat dunia sebagaimana yang kita nikmati saat ini. Akuntansi merupakan informasi angka atau kuantitatif yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan sosial. Angka sudah menjadi alat penting dalam kehidupan manusia, Phytagoras misalnya mengemukakan, &ldquo : Segala sesuatu yang ada dapat diterangkan atas dasar angka, bilangan. Akuntansi memberikan informasi tentang uang, angka atau bilangan yang dapat mempengaruhi perilaku manajemen dan pemakainya, sehingga Somersat Maugham menilai, &ldquo : Uang adalah indera keenam, tanpa uang, anda tidak dapat menikmati kelima indera yang lain. Tidak mempunyai uang adalah suatu cara untuk mati”. (Bahm, 2003:93).

Kemudian argumen ini dalam teori akuntansi disebut sebagai tesis Sombartt (Riahi-Belkaoui, 2000:12) dia menyatakan, &ldquo : Transformasi kekayaan menjadi nilai abstrak dan dalam bentuk angka yang menggambarkan hasil perusahaan dari sistem tatabuku berpasangan menjadikan para pengusaha mampu merencanakan, melaksanakan, mengukur pengaruh kegiatannya dan kemudian pemisahan milik sendiri dan perusahaan dapat menilai perkembangan perusahaan

Kata orang Medan, &ldquo : hepeng do na mangatur negara on (uang yang mengatur segalanya). Laporan keuangan disusun oleh manajemen yang dianggap sebagai orang jujur, disusun berdasarkan standar akuntansi melalui proses yang telah disepakati, kemudian diaudit oleh orang yang memiliki kualifikasi khusus dan memiliki etika professi. Laporan keuangan ini juga dibaca oleh analis yang sudah memahami akuntansi. Menurut proses ini pertahanan berlapis cukup banyak namun kenyataannya imej akuntansi masih terus ternoda bahkan ada kecenderungan semakin lama semakin ternoda. Profesi akuntansi dinilai telah ikut melakukan upaya yang merugikan masyarakat melalui fungsi yang dimilikinya. Laporan keuangan yang diaudit dan disaksikan kebenaranya sebahagian ternyata yang terjadi adalah sebaliknya. Laporan

dinyatakan bangkrut. Bahkan dalam berbagai kasus baik internasional maupun nasional, praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) justru dijustifikasi oleh pekerjaan akuntan dari berbagai laporan dan hasil audit yang dilakukannya.